Manfaat Reformasi Zwingli Bagi Pendidikan
Kristen
(Dasar-dasar Sejarah dan Sosiologi)
Reformasi Kristen adalah gerakkan abad ke-16
yang bertujuan untuk mengembalikan kekristenan kepada otoritas Alkitab. Gerakkan
ini timbul akibat adanya penyimpangan otoritas gereja dan kebangkitan
humanisme ilmu pengetahuan dan kesenian yang dimanfaatkan untuk kepentingan agama (McGrath,
2006). Reformasi memiliki kaitan erat
dengan Renaissans. Renaissans dan Reformasi muncul sebagai
akibat perlawanan gigih terhadap dominasi lembaga kepausan dan gereja abad
pertengahan (Suhelmi, 2007 hal.
144). Salah satu tokoh dari
Reformasi adalah Zwingli. Zwingli adalah tokoh Reformasi Reformed yang berusaha memperbaharui moral dan peribadahan gereja agar lebih sesuai dengan pola yang
terdapat dalam Alkitab. Reformasi harus dijalankan secara cepat (Sastromihardjo,
1999).
Setiap Peristiwa yang terjadi Allah berdaulat dan
Allah ada di dalamnya.
Allah adalah pelaku utama di dalam sejarah. Para tokoh
Reformasi adalah Gambar dan Rupa Allah sehingga Reformasi juga dapat diaplikasikan
dalam lingkungan pendidikan Kristen. Allah menciptakan semua orang dengan
karunia yang unik sehingga mereka dapat memberikan kontribusi terhadap
kesejahteraan masyarakat sekitar dan mempercayainya (Van Brummelen, 2008 hal.
131). Para tokoh Reformasi diberikan karunia untuk mengetahui kebenaran yang
terdapat dalam Alkitab. Guru Kristen
adalah reformator yang hendak melawan konsep yang keliru dalam dunia
pendidikan. Membela kebenaran dan keadilan adalah bagian dari menaati perintah
Kristus dan harus menjadi bagian pelengkap dari persekolahan (Van Brummelen,
2009 hal. 15). Sebagai contoh, seorang guru Kristen harus menekankan nilai kebenaran
yang mutlak baik dalam nilai kognitif, psikomotor dan afektif.
Pengenalan akan
Alkitab yang dilakukan oleh Para reformator melalui mengembalikan otoritas
Alkitab adalah contoh yang terbaik dalam menegakkan prinsip pendidikan yang
berotoritas pada Alkitab dan berpusat pada Kristus. Dalam 2 Raja-raja 23:3
dikatakan bahwa “Sesudah itu berdirilah raja dekat tiang dan diadakannyalah
perjanjian di hadapan TUHAN untuk hidup dengan mengikuti TUHAN,
dan tetap menuruti perintah-perintah-Nya, peraturan-peraturan-Nya dan
ketetapan-ketetapan-Nya dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan untuk
menepati perkataan perjanjian yang tertulis dalam kitab itu. Dan seluruh rakyat
turut mendukung perjanjian itu. Berpegang pada ajaran Alkitab, membaca Alkitab
dan merenungkannya serta mewujudkan firman Allah dalam hidup adalah keharusan.
Contohnya, ketika seorang guru Kristen mengajar, ia harus bertindak sesuai
dengan Firman Tuhan, menjadi teladan yang baik dalam bertutur kata, bertindak
dan berpikir.
Reformasi juga bertujuan untuk mengembalikan doktrin keimaman yang benar
yaitu bahwa setiap orang di dalam Kristus adalah Imam. Tuhan memanggil setiap guru adalah imam (Van
Brummelen, 2009 hal. 38). Dalam 1 Petrus 2:9 dikatakan “Tetapi
kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa
yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari
kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”. Melalui firman ini diminta
untuk melayani, berdoa dan berperan sebagai seorang imam. Sebagai contoh di sekolah,
seorang guru kelas harus membantu siswa dalam melaksanakan tugas dan memberi
kesaksian yang benar.
Setiap guru harus
mempunyai kepekaan pimpinan Tuhan dan mempunyai motivasi yang sungguh-sungguh
jujur dan taat kepada Tuhan (Setiawani & Tong, 2014 hal. 75). Reformasi yang
dapat dilakukan bagi seorang guru Kristen dalam Pendidikan adalah menerapkan
nilai-nilai Alkitabiah dalam proses pembelajaran yang telah hilang dan jarang
dipraktekan dalam dunia pendidikan. Sebagai guru Kristen, kita harus menyadari
peran kita dalam mereformasi pemikiran siswa supaya tetap berfokus pada Alkitab
sebagai standar yang mutlak untuk setiap pengetahuan. Dengan demikian, kita
harus memiliki relasi yang baik dengan Kristus melalui membaca Alkitab,
merenungkan Firman, dan berdoa serta melayani dengan penuh kasih serta mengakui
otoritas Allah di dalam segala aspek kehidupan kita.
McGrath,
A. (2006). Sejarah Pemikiran Reformasi.
Jakarta: Gunung Mulia.
Sastromihardjo,
A. (1999). Reformasi dalam perspektif
Sanjono. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Setiawani,
M. & Tong, S. (2014). Seni Membentuk Karakter Kristen. Surabaya:
Momentum.
Suhelmi, A. (2007). Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Van Brummelen, H. (2008). Batu Loncatan
Kurikulum: Berdasarkan Alkitab. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.
Van Brummelen, H. (2009). Berjalan
dengan Tuhan di dalam Kelas. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar