Sabtu, 03 November 2018

You shall not make for yourself on Idol


Hukum kedua serta Implikasinya dalam Pendidikan
“You shall not make for yourself on idol”
Hukum yang kedua ini memiliki prinsip moral yaitu Worship to God (Ibadah kepada Allah). Penyembahan sejati hanya kepada Allah saja.  Setiap penyembahan yang tidak kepada Allah adalah salah atau tidak benar. Hukum kedua ini menuntut ketundukan penuh hanya kepada Allah. Prinsip ini membawa kita keluar dari ibadah yang salah atau keliru kepada ibadah yang sejati yaitu penyembahan yang hanya tertuju kepada Allah.
The commandment has two parts. The first restrains our license from daring to subject God, who is incomprehensible, to our sense perceptions, or to represent him by any form. The second part forbids us to worship any images in the name of religion (Decalogue John Calvin).


1.                  Restrains our license from daring to subject God, who is incomprehensible, to our sense perceptions, or to represent him by any form.

Dari point ini ada sebuah tuntutan untuk hanya tunduk kepada Allah saja. Ketundukan ini adalah ketundukan seluruh kehidupan (total). Dalam hal ini ada prioritas yang jelas dalam menjalani kehidupan ini.  Arah penyembahan menjadi sangat jelas yaitu hanya kepada Allah saja.

2.                  Forbids us to worship any images in the name of religion
Point yang kedua ini adalah bentuk larangan untuk memuja gambar dalam bentuk apapun. Hal ini sama halnya dengan membuat bangsa Israel sama dengan bangsa yang ada disekitar mereka. Ciri mereka yang berbeda dengan kepercayaan atau penyembahan kepada Allah adalah dengan tidak memuja atau membuat patung atau gambar yang menyerupai Allah.
Tujuan dari hukum kedua ini adalah memberikan pandangan seperti apa penyembahan (Worship) atau ibadah kepada Allah yang benar. Ibadah yang benar dan sah adalah ibadah yang ditentukan oleh Allah sendiri. Ibadah diluar yang telah ditentukan oleh Allah tidak sah (not lawful worship). Ibadah yang sah adalah ibadah yang bersifat spiritual yaitu menyembah dalam roh dan kebenaran. Oleh karena itu, ibadah yang sejati atau sah tidak harus dibarengi dengan seremonial atau upacara-upacara keagamaan.
Penyembahan yang bukan kepada Allah merupakan menyembahan yang menodai keilahian Allah. Fokus ibadah atau pusat penyembahan kita adalah Allah. Standar ibadah yang dipakai adalah standar Allah. Prioritas dalam hidup ini adalah penyembahan kepada Allah. Jika prioritas hidup kita bukan Allah berarti kita sedang tidak menyembah Allah yang sejati. Oleh karena itu, dilarang menyembah, berdoa dan memohon kepada allah-allah lain selain Allah serta dilarang melakukan ibadah atau penyembahan yang salah atau yang tidak sesuai dengan ketetapan Allah.

Implikasi dalam dunia pendidikan
Melihat dari penjelasan di atas, banyak hal yang seharusnya tidak kita lakukan. Sebagai contoh tujuan atau prioritas hidup kita. Prioritas hidup kita harusnya Allah yang lebih utama bukan karier, kekuasaan ketenaran dan kesuksesan. Di dalam Pendidikan Kristen seharusnya kita memberitakan kebenaran ini yaitu penyembahan sejati hanya kepada Allah saja. Setiap kegiatan kerohanian yang ada di sekolah seperti devosi guru atau siswa, pelajaran agama harus pusat utamanya adalah Allah.
Mengapa kita harus belajar? Tujuan utama dalam belajar adalah untuk mengenal Allah. Belajar untuk takut akan Tuhan, menghormati serta tunduk pada otoritas Allah termasuk di dalamnya bagaimana kita beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukan dalam pendidikan bukan hanya ibadah yang bersifat tidak penting atau hanya pelengkap kurikulum. Ibadah yang benar dan sejati pasti mengubah hidup begitu juga dalam belajar. Ibadah yang berpusat kepada Allah membuat siswa dan guru:

1.      Hormat kepada Allah
Ibadah apapun yang kita lakukan seharusnya merupakan ibadah yang berlndasakn hormat kepada Allah. seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa hukum kedua ini menuntut kita untuk tunduk hanya kepada Allah. Sikap tunduk kita kepada Allah adalah bentuk hormat kita kepada Allah karena Ia telah menjaga dan memelihara hidup kita. Rasa hormat kepada Allah ini terlihat lewat setiap hal yang kita kerjakan dalam dunia Pendidikan. Apakah setiap hal yang kita kerjakan tujuannya untu kemuliaan Allah atau untuk kemuliaan diri.
2.      Kagum kepada Allah
Melalui ibadah yang kita lakukan seharusnya membuat kita kagum akan karya Allah dalam hidup kita. Hal yang bisa kita lakukan dalam Pendidikan adalah menyertakan siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi pembelajaran sesuai dengan dengan pengalaman hidup mereka. Selain itu juga, seorang guru harus menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman kehidupan rohani yang semakin mengasah rasa kagum mereka kepada Allah.



3.      Bersyukur kepada Allah
Bersyukur kepada Allah atas pemeliharaan dan penyertaannya dalam hidup kita. Melalui ibadah biarlah siswa atau para murid belajar untuk bersyukur kepada Allah. Mereka masih diberikan kesempatan untuk belajar juga merupakan anugerah yang seharusnya membuat mereka bersyukur. Bersyukur dan kagum kepada Allah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Dalam setiap pembelajaran atau materi yang disampaikan seharusnya membuat siswa kagum dan bersyukur kepada Allah yang adalah sumber hikmat, pengetahuan dan kebenaran.
Ibadah adalah penyembahan kepada Allah yang melebih dari upacara-upacara yang terbatas buatan manusia. Penyembahan atau ibadah kepada Allah tidak terlepas dari perbuatan kita. Seluruh kehidupan kita seharusnya menjadi penyembahan kita kepada Allah. Prioritas dalam hidup ini seharusnya untuk kemuliaan Allah. 


Refrensi
Calvin, J. Decalogue: Explanation of The Moral Law (The Ten Commandments)
Materi dari mata kuliah Etika Kristen, Kamis 1 Oktober 2018.



Selasa, 11 September 2018

Manusia dan Akal Budinya


Manusia dan Akal Budi
Oleh Nelis Daka

A.  Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang unik dari segala makhluk yang diciptakan Tuhan. Manusia diciptakan berbeda dari makhluk yang lainnya. Hanya manusia yang memiliki akal budi. Akal budilah yang menjadikan manusia unik dari segala ciptaan. Keunikan inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Dengan akal budi yang dimiliki manusia, manusia memiliki pertimbangan moral dari setiap keputusan yang diambilnya.
Akal budi manusia mengalami perkembangan seiring dengan pertumbuhannya. Semakin ia dewasa, akal budi manusia semakin lebih baik. sejak manusia jatuh dalam dosa, akal budi manusia sudah tercemar dalam dosa. Kecenderungan akal budi manusia memutuskan untuk bertindak, berpikir untuk melakukan dosa. Pembaharuan akal budi harus diperlukan untuk hidup lebih baik lagi.
 Melalui esay ini penulis akan membahas topik mengenai manusia dan perkembangan akal budi. Topik ini penulis akan membahas mengenai penciptaan manusia, definisi akal budi dan perkembangannya serta tujuan Allah memberikan akal budi kepada manusia. Melalui dari pendukung topik di atas penulis berharap agar pembaca mengerti betapa pentingnya akal budi dalam keberadaan manusia di muka bumi ini.

B.  ISI
1.   Penciptaan Manusia
Manusia adalah makhluk hidup. Teori mengenai asal usul makhluk hidup berbeda-beda. Menurut teori Abiogenesis yang dikemukakan oleh  Aristoteles (384-322 SM) seorang ahli filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani Kuno, bahwa makhluk hidup yang pertama berasal dari benda tak hidup. Teori ini dilawan oleh teori biogenesis dimana tokohnya adalah Francesco Redi (1626-1697), Lazaro Spallazani (1729-1799) dan Louis Pasteur (1822-1895). Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh Louis Pasteur muncullah teori biogenesis yang menyatakan bahwa “omne vivum ex ovo, omne ovum ex vivo”, yang berarti setiap makhluk hidup berasal dari telur, setiap telur berasal dari makhluk hidup” (Sumarjito, 2002) h. 114-117).
Berdasarkan teori Abiogenesis dan teori Biogenesis dapat kita melihat perbedaan mengenai asal usul manusia. Dalam perspektif Kristen, manusia diciptakan langsung oleh Allah menurut gambar dan rupa Allah. Manusia diciptakan Allah serupa dengan Tuhan secara mental, spiritual, dan jasmaniah serta memiliki keunikan yaitu kemampuan rasionalnya (Knight, 2009 h. 246-247). Manusia ada dan bisa hidup karena Allah. Penciptaan manusia berbeda dari penciptaan makhluk hidup lainnya. Manusia dibentuk secara langsung oleh Allah tanpa melalui firman. Selain itu juga, manusia diberikan akal budi sehingga manusia dapat menjaga dan mengelola bumi dengan baik. Akal budi merupakan keunikan atau ciri khas yang membedakan manusia dengan ciptaan lainnya.
2.         Definisi akal budi dan Perkembangannya
Akal budi merupakan percakapan yang paling berharga oleh karena akal budi menawarkan pengetahuan dunia sekuler, selain itu menantang dogma dan juga takhayul, serta mengatur keinginan dan nafsu yang ada dalam pikiran manusia (Parekh, 2008). Akal budi adalah aspek penting dalam hidup manusia, bukan hanya dalam hal pengambilan keputusan tetapi akal budi yang sehat  juga membantu manusia menyeimbangkan setiap aspek didalam hidupnya.
Akal budi adalah pemberian Tuhan di dalam kehidupan manusia yang dengan akal budi manusia dapat berpikir sehat dan berpikir secara runut (Huijbers, 1982). Akal budi manusia  memiliki perkembangan dalam tahapan perkembangan hidupnya. Tahapan ini biasanya dimulai dari sejak kelahiran sampai remaja akhir. Seperti yang lumrah terjadi yaitu ketika bayi belajar mengenali dan berbicara. Berikut adalah tahapan perkembangan akal budi manusia menurut Peaget dalam buku Pendidikan Agama Kristen karya Thomas Groome “ tahap sensori motor (sejak lahir - 2 tahun), tahap pra-operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-12 tahun), dan tahap operasional formal (12 - 12 tahun ke atas)” (Groome, 2010).
Kekristenan mempercayai adanya kehendak bebas dalam diri setiap manusia. Pertanyaannya adalah apakah ada hubungan antara akal budi dan kehendak bebas? Jawabannya adalah tentu saja ada, karena dalam proses kehidupan, manusia pasti akan ada masa dimana harus mengambil sebuah keputusan di antara banyak pilihan. Dalam hal ini akal budi dan kehendak bebas akan bekerja aktif dalam pengambilan keputusan yang terbaik.
3.   Tujuan Allah memberikan akal budi kepada manusia
Manusia bukanlah robot yang dikendalikan atau tanpa kehendak bebas. Kemampuan berpikir adalah pemberian Allah yang patut disyukuri dan menjadi tanggung jawab kita untuk menggunakannya dengan baik. Sebagai mahkota ciptaan, manusia sangat berbeda dari ciptaan lainnya. Allah menciptakan akal budi semata-mata untuk kepentingan kita dan untuk kemuliaan Allah. Tantangan manusia dalam mengembangkan akal budinya adalah saat mereka mengetahui perbedaan di antara sesamanya, terutama bagi orang Kristen tantangannya ketika mereka diperhadapkan oleh iman mereka dengan pemikiran modern (Jr, 2003).
Dalam Roma 12: 2 dikatakan bahwa “janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”. Dalam Matius 22:37 dikatakan bahwa “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu” (Matius 22:37). Dari kedua ayat kita melihat betapa pentingnya akal budi. Dengan akal budi yang baik kita bisa mengerti kehendak Allah, apa yang baik, berkenan dan sempurna. Selain itu, akal budi merupakan sarana untuk mengasihi Allah.
Pengetahuan atau akal budi manusia sangat terbatas. Apa yang ditemukan manusia hanyalah refleksi yang samar-samar dan dangkal tentang penciptaan Allah yang kaya tanpa batas (Van Brummelen, 2008).  Hal ini terjadi akibat manusia telah jatuh dalam dosa. Manusia lebih cenderung melakukan tindakan-tindakan yang terlihat baik namun tetap dalam motivasi yang salah, hal ini diakibatkan karena akal budi manusia telah digelapkan oleh dosa (Wellem, 2004). Ini adalah fakta yang harus kita terima dengan keberadaan kita setelah kejatuhan manusia dalam dosa.
Melihat dari pemahaman di atas kita harus sadari bahwa kita tidak mampu lagi mengerti kehendak Allah. Contohnya, seorang anak kecil tanpa diajari berbohong pasti akan berbohong dengan sendirinya. Oleh karena itu, dalam konteks pendidikan para guru harus paham akan hal ini. Para murid sudah jatuh dalam dosa dan cenderungannya adalah melakukan tindakan yang tidak benar di hadapan Allah.

C.  Kesimpulan
Manusia adalah ciptaan Allah yang sangat unik. Keunikan manusia ditandai dengan adanya akal budi. Akal budi manusia mengalami perkembangan yang tidak terlepas dari tanggung jawab. Dengan adanya akal budi dalam diri manusia, Allah memberikan mandat untuk beranak cucu dan menguasai bumi (Kej. 1:28). Untuk menjalankan ini, kita perlu belajar akan ciptaan Tuhan dan mencari apa yang tersembunyi dalam ciptaan Allah. Dengan melakukan ini, kita belajar akan keagungan Tuhan dan menumbuhkan kemampuan kita untuk memuji dan memuliakan Allah.
Seluruh pengetahuan, ilmu, sains, matematika, seni, filsafat,  kedokteran dan sebagainya adalah semata-mata pengkategorian yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, seluruh pendidikan untuk orang-orang Kristen haruslah berpusat pada Allah karena hal itu akan menyingkapkan keagungan ciptaan Allah. Ratu dari pendidikan ilmu pengetahuan haruslah Teologi Alkitabiah. Kita harus tahu bahwa sumber utama pengetahuan adalah dari Tuhan (Amsal 1:7). Oleh karena itu, dengan adanya akal budi seharusnya menolong manusia untuk memahami identitasnya sebagai gambar dan rupa Allah, dimana Allah sendirilah yang membentuk manusia, memberikan akal budi serta nafas kehidupan untuk memuliakan Dia disepanjang hidup manusia.
Refrensi
Groome, T. H. (2010). Christian Religious Education. Jakarta: Gunung Mulia
Huijbers, D.T. (1982). Filsafat hukum dalam lintas sejarah. Yogyakarta: Kanisius
Jr, G.E. (2003). Dengan Segenap Akal Budi. Jakarta: Gunung Mulia
Knight, G.R. (2009). Filsafat dan Pendidikan: Sebuah Pendahuluan dari Perspektif Kristen. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.
Parekh, B. (2008). Rethinking Multiculturalism. Yogyakarta: Kanisius
Sumarjito. (2002). Panduan Belajar Kelas 12 SMA IPA. Yogyakarta: Primagama
Van Brummelen, H. (2008). Batu Loncatan Kurikulum. Jakarta: Universitas Pelita Harapan
Wellem, F. (2004). Injil dan Marapu. Jakarta: Gunung Mulia.


Rabu, 18 Juli 2018

Kesalehan Ayub dicobai (Ayub 1:1-5;20-22)



Kesalehan Ayub dicobai
Ayub 1:1-5;20-22
Ayub merupakan salah satu tokoh yang terkenal dalam Alkitab yang berasal dari tanah Us. Tanah Us dalam perikop ini tidak diketahui secara jelas karena gambaran yang diperoleh hanyalah daerah sebelah timur. Pada Ayat 15 dan ayat 17, kita dapat menyimpulkan bahwa Us tidak jauh dari daerah orang-orang Syeba dan orang-orang Kasdim. Menurut Walker C.K. (2004), gaya hidup Ayub yang terwujud dalam sikap takut akan Allah dapat disamakan dengan gaya hidup Abraham (Kej. 22:12), Yusuf (Kej. 42:18) dan para bidan bagi orang-orang Ibrani yang dalam belenggu Mesir (Kel. 1:15-17). Ayub adalah orang saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Kesalehan Ayub dalam perikop ini disebutkan sebanyak dua kali, satu kali oleh narator (ayat 1) dan satu kali oleh Allah (ayat 8). Pengulangan kesalehan Ayub adalah hal penting. Hal ini menjadi penting karena Ayub menderita karena kesalehannya.
Pada ayat 2-3 kita melihat mengenai apa yang dimiliki oleh Ayub. Ia mendapatkan tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Angka tujuh merupakan angka yang kesempurnaan dan tiga adalah banyak (Robinson, 1876, h. 6). Anak-anak Ayub yang laki-laki sudah memiliki rumah masing-masing. Mereka mengadakan pesta menurut giliran mereka masing-masing serta mengundang saudari perempuan mereka untuk makan dan minum bersama. Anak-anak Ayub sangat hidup harmonis. Selain memiliki keluarga yang sempurna, ia juga memiliki tujuh ribu kambing domba, tiga ribu unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan banyak budak-budak. Domba-dombanya menyediakan pakaian dan makanan; unta dan keledai menyediakan transportasi; dan lembu menyediakan makanan dan susu, dan kekuatan untuk membajak (Zuck, 1978, h. 14).
Perikop ini masih memiliki keterkaitan dengan pasal selanjutnya. Pada pasal satu berbicara mengenai kesalehan Ayub yang diuji melalui kehilangan harta dan anak-anaknya. Sedangkan pasal dua berbicara mengenai kesalehan Ayub yang diuji melalui penyakit. Kedua pasal ini berbicara mengenai kesalehan Ayub yang sedang diuji. Perikop ini memberikan pelajaran yang sangat menarik yaitu mengapa orang yang saleh dan banyak harta harus mengalami pencobaan atau penderitaan? Perikop ini memberikan gambaran yang jelas mengenai kehidupan Ayub, baik kehidupan pribadinya dan juga anak-anaknya. Ayub mengalami pencobaan yang terjadi dalam satu hari saja (Wilson, 2007, h. 27). Ia kehilangan semua harta dan anak-anaknya mati. Ayub memberikan respon yang sulit untuk dipahami oleh manusia pada zaman ini.
Kehidupan Ayub serta relasinya dengan Anak-anaknya
Pada perikop ini sangat jelas penekanannya mengenai kesalehan Ayub. Ayub dikenal sebagai orang yang saleh, jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Kesalehan Ayub bukanlah hanya cerita semata melainkan benar-benar terjadi menurut kesaksian penulis (narator) dan dari Allah. Ayub tidak mau melihat anak-anaknya hidup dalam dosa terlebih mengutuki Allah. Oleh karena itu, Ayub tetap menjaga dan memelihara hidup yang benar agar tetap diberkati dan dipelihara oleh Allah (Seow, 2013 h. 255). Ayub mengkhawatirkan anak-anaknya telah berbuat dosa sehingga ia selalu mempersembahkan korban ketika anak-anaknya selesai membuat pesta. Pengorbanan dilakukan untuk menguduskan anak-anaknya (Kravitz, L. S. & Olitzky, K. M., 2017 h. 1).  Ia selalu mempersembahkan korban bakaran untuk penghapusan dosa anak-anaknya. Sedangkan dalam hal kekayaan, ia memberikan rumah atau kenyamanan bagi anak-anaknya. Ia memberikan kenyamanan bagi anak-anaknya sekaligus kebebasan untuk mengadakan pesta menurut giliran masing-masing.
Berbeda halnya pada zaman sekarang ini. Kekayaan biasanya memberikan dampak buruk dalam hal kehidupan rohani. Orang-orang cenderung tidak puas dengan apa yang mereka miliki. Kekayaan digunakan untuk hal-hal yang tidak baik seperti pesta pora (mabuk-mabukan), korupsi, seks bebas bahkan jatuh dalam narkoba (Daka, 2018). Selain itu, relasi antara orang tua dan anak tidak baik. Waktu bagi orang tua untuk bersama dengan anak-anaknya sudah berkurang. Orang tua sudah disibukkan dengan pekerjaan sehingga anak-anak kehilangan role model dalam keluarga mereka sendiri. Anak-anak butuh orang tua yang selalu menemani mereka dalam segala keadaan. Oleh karena itu, peran orang tua terutama ayah sangat diperlukan sebagai kepala keluarga.
Ayub kehilangan kekayaan dan anak-anaknya
Ayub mengalami penderitaan sebagai ujian dari kesalehannya. Ujian kesalehan Ayub merupakan ujian yang mendatangkan kebaikan.  Ujian ini bermula ketika Allah memberitahukan kepada iblis bahwa Ayub merupakan orang paling tersaleh dibumi (ayat 8). Kata-kata provokatif Yahweh mengarah pada konflik dengan setan dan kesepakatan bersama mereka untuk menguji Ayub dengan penderitaan (Habel, 1985, h. 27). Iblis berkata bahwa Ayub takut kepada Allah karena kekayaannya dan Allah menjaganya. Iblis meminta Allah untuk mengambil kekayaan Ayub untuk menguji ketaatannya dan Allah mengizinkan Ayub dicobai. Pencobaan Ayub terjadi pada ayat 13-19. Ayub kehilangan harta serta anak-anaknya semua. Melalui semua ini, terdapat prinsip penting yang dapat diambil dari perikop ini yaitu penderitaan bukan datang dari Allah. Penderitaan atau hal-hal yang tidak menyenangkan sudah menjadi bagian karakteristik dari kehidupan dunia ini (Karman, 2009, h. 163). Dalam penderitaan Allah tetap berdaulat atas hidup kita. Allah tidak merancang sesuatu yang jahat. Apapun yang terjadi dalam hidup ini tetap berada dalam kedaulatan Allah.
Allah mengizinkan penderitaan terjadi karena Allah memiliki tujuan. Dengan keterbatasan pikiran manusia, manusia mencoba memahaminya yang berujung pada kekecewaan.  Kecenderungan manusia yang sudah terbiasa dengan kebaikan dari Allah sangat rentan dalam mengalami masalah. Manusia hanya menerima hal yang baik dan menolak hal yang buruk. Manusia sudah mulai menyalahkan Allah atas penderitaan yang terjadi. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan bagi kita yang mengaku taat atau percaya kepada Allah. Sebagai contoh ada yang bunuh diri (gantung diri) karena banyak masalah atau karena penyakit tertentu yang sulit diobati (Daka, 2018).  Ada juga yang malahan meninggalkan Allah atau menjadi atheis ketika mengalami masalah yang sangat sulit. Ada juga hamba Tuhan yang cerai karena keadaan ekonomi seperti di daerah saya.
Respon Ayub ketika menghadapi pencobaan
Penderitaan Ayub adalah penderitaan yang hanya diketahui oleh narator, Allah dan iblis. Pencobaan dan penderitaan-penderitaan tidak hanya disebabkan oleh keadaan hidup, lingkungan, tindakan orang lain atau kesalahan sendiri di belakang semuanya itu iblis juga bekerja dan berusaha menjatuhkan orang saleh serta menghancurkan iman dan kesetiaannya kepada Tuhan (Green, 2004, h. 128). Sebagai manusia biasa adalah wajar kalau Ayub mengeluh dan menyalahkan Allah. Dalam ketidaktahuan Ayub atas masalah yang ia alami, Ayub tidak berbuat dosa ketika meresponi semuanya.
Respon Ayub ketika mendengar semua peristiwa yang terjadi adalah Ayub berdirilah lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, sebagai tanda perkabungan dan kesedihan yang sangat mendalam dan berbeda dari kesedihan biasa kemudian sujudlah ia dan menyembah (Zuck, 1978, h. 17). Selain itu, ia juga berkata: "dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!". Ayub menyadari bahwa pada dasarnya ia tidak memiliki apa-apa. Semua kekayaan dan apapun yang ia miliki merupakan pemberian Allah. Tidak semua orang  tahan terhadap penderitaan seperti yang dialami Ayub, namun kalau kita mengalami penderitaan kita  harus dijalani. Seperti pencobaan yang dialami oleh Ayub demikian juga dalam hidup kita yang tidak terlepas dari pencobaan. Banyak hal yang tidak kita pahami terjadi dalam hidup kita. Semua ini tidak menjadi alasan kita lari dan semakin menjauh dari Allah.
Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa:
1.       Kesalehan harus berdampak bagi orang lain terutama keluarga kita.
2.       Melalui kesengsaraan dan penderitaan, kesalehan bisa teruji.
3.       Penderitaan bukan berasal dari Allah.
4.       Dalam hal yang tidak baik, Allah bisa mengejakan sesuatu yang baik.
Kesalehan bukan hanya sekedar tontonan yang palsu (topeng) yang sering diperlihatkan oleh orang-orang yang kelihatan rohani. Banyak orang yang mengaku saleh tetapi tidak sesuai dengan karakter dan gaya hidup mereka.  Bukti nyata dari kesalehan hidup kita perlu dilihat dan disaksikan oleh orang lain melalui tindakan dan perilaku sehari-hari. Dibutuhkan kesadaran diri dan kepercayaan penuh kepada Allah atas rencanaNya dalam hidup ini.
Penderitaan memang menyakitkan seperti yang dialami Ayub. Namun, penderitaan bukan menjadi alasan kita lari dan semakin menjauhi Allah. Hal yang kita lakukan adalah percaya kalau Allah akan menolong. Penderitaan bukanlah hal yang harus ditakuti melainkan sesuatu hal yang harus kita jalani. Allah sanggup dan memampukan kita untuk menjalani setiap ujian dalam hidup ini. Kuncinya adalah percaya serta milikilah hubungan yang erat dengan Allah serta mintalah Allah untuk tetap menolong kita dalam menghadapi pencobaan. Seperti Ayub mampu menyelesaikan ujian atau pencobaan dengan tidak berdosa kepada Allah, maukah kita hidup sesuai dengan kehendak Allah dan berharap hanya kepada Allah saja? Allah memiliki tujuan dalam hidupmu. Pasti Tuhan akan menolong ketika kita mengalami masalah.

Refrensi 
Daka, N. (2018). Contoh-contoh aplikatif.
Green, D. (2004).  Pengenalan Perjanjian LamaMalang: Gandum Mas.
Habel, N. C. (1985). The book of Job: A Commentary. Philadelphia: The Westminster Press.
Karman, Y. (2009).  Bunga Rampai Teologi Perjanjian LamaJakarta: BPK Gunung Mulia.
Kravitz, L. S. & Olitzky, K. M. (2017). The Book of Job: a modern translation and commentary. Eugene: Wipf and Stock Publihers.
Robinson, T. (1876). Homiletical commentary on the book of Job, Vol 15. London: Richard D. Dicrinson.
Seow, C. L. (2013). Job 1-2: Interpretation and Commentary. Michigan: Grand Rapids.
Walker, C.K. (2004). Teologi Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas.
Wilson, G. H. (2007). Job (understanding the bible commentary series. Unite States: Grand Rapids.
Zuck, R. B. (1978). Job: Everymen’s Bible Commentary. Chicago: The Moody Bible Institut Press.

Selasa, 05 Juni 2018

Belajar dari Penderitaan


Belajar dari penderitaan
Oleh Nelis Daka

Pada dasarnya tidak ada orang yang suka menderita. Orang-orang berusaha menjauhi yang namanya penderitaan. Manusia diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah. Allah pencipta segala yang ada dalam alam semesta ini. Dasar Allah untuk menciptakan segala sesuatu  adalah kasih (Verkuyl, 1998 hal. 72). Allah sangat  mengasihi manusia serta membentuk relasi dengan manusia. Akan tetapi relasi ini rusak akibat ketidaktaatan manusia. Manusia jatuh kedalam dosa serta terpisah dari Allah. Inilah awal  manusia mengalami hal-hal yang berbeda pada awal ketika hidup bersama dengan Allah. 

Penderitaan melatih iman dan kesabaran kita, memperdalam kerinduan kita pada kerajaan Allah. Karena itu hubungan antara iman dan penderitaan ini menjadi hal yang penting bagi keselamatan kita (http://members.tjc.org).

Penderitaan pada dasarnya tidak disebabkan oleh Allah. ketika mengalami penderitaan kita cenderung bertanya kepada Allah “mengapa saya menderita? Dimana engkau Tuhan dan mengapa saya harus menderita? Manusia mengalami penderitaan yang berbeda, ada yang menderita karena sakit, penganiayaan dan lain-lain. 

a.   Belajar dari Ayub

 Salah satu tokoh Alkitab yang terkenal dan mampu mengatasi penderitaan adalah Ayub. Kisah dari Ayub ini merupakan jawaban orang-orang yang mengklaim bahwa penderitaan datang dan disebabkan oleh Allah. Ayub adalah orang saleh, jujur dan takut akan Allah (Ayub 1:1). Mengapa Ayub harus menderita? Penderitaan Ayub terjadi bukan karena Allah. Ayub mengalami penderitaan sebagai ujian dari imannya kepada Allah. Iblis menilai Ayub taat karena Allah memberikan harta dan melindungi Ayub. Namun, bagi Allah Ayub taat karena imannya. Dari perbedaan pendapat inilah muncul ujian iman kepada Ayub. Iman Ayub tetap kokoh dan tidak mampu diganggu oleh penderitaan (Tong, 1999 hal. 42).

Dapat menderita bagi Kristus merupakan hal yang terpuji tetapi kita mungkin masih merasa sulit menanggungnya. Pada saat penderitaan, kita mungkin tidak dapat melihat jalan di depan kita, tetapi kita harus sabar dan percaya bahwa Roh Allah menyertai kita (1 Pet 4:14). Sikap demikian mengarahkan hati kita kepada kasih Allah dan kepada kesabaran Kristus (2 Tes 3:5). Kita akan fokus pada janji kita kepada-Nya  dalam berbuat baik (1 Pet 4:19). Dengan cara demikian, kita akan mengikuti teladan Kristus yang tetap sabar ketika Ia dicaci-maki (1 Pet 2:23). Dengan demikian, kita dapat melepaskan diri dari beban kekuatiran (http://members.tjc.org).

Penderitaan Ayub sebagai contoh bagaimana seharusnya hidup sebagai orang yang percaya kepada Allah. Ia tetap mengandalkan Allah dalam segala keadaan. Ketika ia menderita hidupnya semakin dekat dengan Allah. Oleh karena itu, penderitaan bisa dipakai Allah sebagai sarana untuk menguji iman kita kepadaNya.

b.   Penderitaan sebagai bagian yang harus kita lalui

Kekristenan tidak bisa dipisahkan dari penderitaan. Memikul salib adalah istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan bahwa orang Kristen tidak terlepas dari penderitaan. Dengan kata lain menjadi pengikut Kristus bukan hal yang gampang harus ada harga yang dibayar yaitu penderitaan. 

Dalam katoliknews.com, Iman Kristiani membantu kita memahami bahwa penderitaan yang dihayati dalam kesatuan dengan Kristus merupakan jalan menuju kesatuan dengan dia dalam sukacita kebangkitan. Karenanya tak perlu disesali, tetapi diterima dan dijalani dalam kesatuan dengan Dia yang mengundang kita untuk datang kepada-Nya: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Mat 11:28-30).

Dalam Roma 8:28-29 disana dikatakan bahwa dalam segala hal Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikkan. Manusia pada umumnya hanya menerima hal yang baik saja dan menolak hal yang tidak baik. Dalam hal apapun kita bisa melihat campur tangan Tuhan yang baik. penilaian kita tidak seperti penilaian dari Allah. Ingat, kita ini ciptaan bagaimana kita tahu hal yang dilakukan dan dipahami oleh Pencipta Kita. Jadi, persiapkan dirimu untuk menjalani hidup ini dalam keadaan apapun.

Refrensi
https://katoliknews.com/2016/09/27/penderitaan-dan-perspektif-kristiani/ diakses Sabtu, 2 Juni 2018.
http://members.tjc.org/sites/en/id/Lists/Santapan%20Rohani/Memahami%20Penderitaan.aspx diakses Minggu, 4 Juni 2018.
Tong, S. (1999). Iman, Penderitaan dan Hak Asasi Manusia. Surabaya: Momentum
Verkuyl, J. (1998). Inti Iman Kristen. Salatiga: Lembaga Studi dan Pengembangan GKJ.


Tanda Gereja yang Sejati.

3 Tanda Gereja yang sejati Oleh Nelis Daka Menurut Calvin, seorang reformator mengatakan bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan. Menurut...