Senin, 30 Desember 2019

Siapakah yang berbahagia berdasarkan Mazmur 1:1-3?

Siapakah yang berbahagia berdasarkan Mazmur 1:1-3?
oleh Nelis Daka

Secara sederhana Mazmur 1:1-3 dapat disusun menjadi seperti di bawah ini:

 BERBAHAGIALAH ORANG

       Yang 
           Tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,
           Tidak berdiri di jalan orang berdosa
           Tidak duduk dalam kumpulan pencemooh
       Yang
           Kesukaannya ialah Taurat TUHAN
           Merenungkan Taurat itu siang dan malam

IA SEPERTI POHON

     Yang
         ditanam di tepi  aliran air
    Yang
         menghasilkan buahnya pada musimnya
    Yang
        tidak layu daunnya

APA SAJA YANG DIPERBUATNYA BERHASIL

    Dari struktur teks yang telah terbentuk di atas kita melihat ada 5 point penting yang harus dilakukan oleh orang supaya ia berbahagia. Pada dasarnya sumber kebahagiaan kita adalah Allah sendiri. Akan tetapi lewat Mazmur 1:1-3 ini, kita menemukan beberapa point yang menjadi ciri khas orang yang berbahagia di dalam Allah. 

Menurut Matthew Hendry membagi perikop ini menjadi dua bagian yaitu:
1. Sifat orang saleh (orang yang berbahagia) 

 Yang 
           Tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,
           Tidak berdiri di jalan orang berdosa
           Tidak duduk dalam kumpulan pencemooh
       Yang
           Kesukaannya ialah Taurat TUHAN
           Merenungkan Taurat itu siang dan malam

2. Keadaan orang saleh (orang yang berbahagia) 

IA SEPERTI POHON
     Yang
         ditanam di tepi  aliran air
    Yang
         menghasilkan buahnya pada musimnya
    Yang
        tidak layu daunnya

APA SAJA YANG DIPERBUATNYA BERHASIL

Menurut Bob Utley, dalam bukunya yang berjudul Anda dapat memahami Alkitab Mazmur: Kumpulan Himne Israel Buku I & II, ia mengatakan bahwa ada tiga KATA KERJA Qal PERFECT yang menunjukkan tindakan dan sikap yang khas (yaitu, karakter yang terbentuk). Tiga kata Kerja Qal Perfect tersebut adalah

1. tidak berjalan menurut nasihat orang fasik
2. tidak berdiri di jalan orang berdosa
3. tidak duduk dalam kumpulan para pencemooh

Berjalan menurut nasihat orang fasik (Hal. 11)
 Ini berbicara tentang kelompok gaya hidup seseorang. Penekanan pada gaya hidup ini diperkuat oleh penggunaan KATA KERJA "berjalan... berdiri... duduk." Kita dipengaruhi oleh kelompok yang kita ikuti, rekan-rekan kita (lih. 1 Kor 15:33). Istilah "fasik" (BDB 957) ini menunjuk tidak hanya kepada para pelanggar hukum yang aktif (yaitu, pelanggaran dan kelalaian) tetapi juga kepada orang-orang yang meninggalkan Tuhan di luar dari kehidupan mereka (yaitu, ateis praktis). 

Jalan orang berdosa (hal.14)
Dalam akarnya arti dari kata "jalur" adalah "jalan" (lih. ay 6 [dua kali]) dan merupakan satu lagi istilah yang digunakan untuk gaya hidup. Pengikut setia PB pada mulanya digambarkan sebagai umat dari "Jalan" (lih. Kis 9:2; 19:9,23, 22:4, 24:14,22). Hal ini menyiratkan bahwa iman alkitabiah adalah lebih dari sekedar persetujuan pada suatu doktrin atau partisipasi dalam sebuah ritual, tetapi juga ketaatan gaya hidup dan hubungan pribadi (yaitu, "berjalan," lih Ef 4:1,17; 5:2,15).

Kumpulan pencemooh (hal.14)
Kita semua memiliki prasuposisi tentang kehidupan. "Pencemooh" (BDB 539, KB 529, Qal PARTICIPLE) mewakili stereotipe dari seorang yang pesimis dan tidak beragama (yaitu, Yes 5:19; Yer 17:15; Yeh 12:22,27; Mal 2:17; 1 Tim 4:1; 2 Tim 3:1-5; 2 Pet 3:3-4; Yud 18).

Kesukaannya ialah Taurat TUHAN (hal.14)
Istilah "taurat" (BDB 435) berarti "pengajaran." Dalam Mazmur "taurat / hukum" selalu menunjuk pada ajaran-ajaran umum Allah (lih. Maz 119), bukan hanya tulisan-tulisan Musa. Hukum itu tidak menbukanlah merupakan beban bagi orang percaya PL (lih. Maz 19:7-13), Tetapi justru merupakan wahyu YHWH untuk umur panjang, perdamaian, keamanan, sukacita, dan kelimpahan.

Yang merenungkan Taurat itu siang dan malam (hal.15)
 KATA KERJA ini (BDB 211, KB 237, Qal TIDAK SEMPURNA) menunjukkan suatu "pembacaan lembut" dari kebenaran YHWH yang diwahyukan. Orang-orang zaman dahulu tidak membaca secara diam-diam, sehingga ini pasti merujuk pada membaca dengan tenang.

Seperti pohon (hal.15)
Ada metafora yang mencolok dalam hal ini dalam Yer 17:5-8. Untuk masyarakat gurun, pohon yang berbuah adalah suatu simbol kekuatan dan kemakmuran.

Menghasilkan buahnya pada musimnya (hal.16)
Ini adalah suatu metafora alkitabiah untuk menggambarkan suatu kehidupan rohani yang matang (lih. Mat 7:15-27). Tujuan dari iman adalah kesetiaan! Citra yang sama ini memiliki
latar belakang eskatologis dalam Wahyu 22.

Tidak layu daunnya (hal.16)
Ini adalah sebuah tema eskatologis (lih. Yeh 47:12; Wah 22:2). Metafora pertanian
sangatlah kuat bagi para petani dan penggembala di daerah semi-arid.

  Dari penjelasan Struktur di atas baik menurut Matthew Henry dan Bob Utley, kita menemukan rahasia hidup bahagia yang sejati di dalam Tuhan. Rahasia hidup bahagia adalah mereka yang melakukan 5 hal dibawah ini yaitu:
1. Tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,
2. Tidak berdiri di jalan orang berdosa
3. Tidak duduk dalam kumpulan pencemooh
4. Kesukaannya ialah Taurat TUHAN
5. Merenungkan Taurat itu siang dan malam

5 gaya hidup di atas memang sulit untuk dilakukan. Akan tetapi kehidupan kekristenan adalah kehidupan yang menghargai proses. Oleh karena itu, sebagai orang yang sudah ditebus oleh Kristus seharusnya kesukaannya ialah Taurat dan merenungkan Turat itu siang dan malam. Maukah kita hidup bahagia di dalam Tuhan dan hidup berhasil? Lakukanlah Firman Tuhan siang dan malam.


Refrensi:
Matthew Henry. Tafsiran Mazmur (http://www.tafsiranalkitabmatthewhenry.org/)
Bob Utley (2012). Anda dapat memahami Alkitab Mazmur: Kumpulan Himne Israel Buku I & II. Marshall, Texas: BIBLE LESSON INTERNATIONAL





Minggu, 22 Desember 2019

Makna Natal Yang Sesungguhnya

SEMUA TENTANG NATAL
Oleh 
Nelis Daka

      Menurut tradisi gereja, semua gereja akan merayakan natal pada tanggal 25 Desember. Natal secara sederhana orang Kristen merayakan kelahiran Kristus.Natal merupakan penggenapan rencana Allah (Makadi, 2013). Dalam Alkitab terutama dalam Kitab Injil, kita melihat ada dua kitab yang secara jelas menolong orang Kristen untuk memahami makna Natal yang sesungguhnya. 

1. Injil Matius.
Matius mencatat Natal dalam konteks bangsa Yahudi sedang menantikan mesias yang akan menolong mereka dari penjajahan Romawi. Dalam konteks ini, Natal adalah sukacita (Purba, 2016). Sukacita karena telah lahir seorang juruselamat. Orang-orang yang setia menantikan Juruselamat untuk membebaskan masalah dalam kehidupan mereka terutama kehidupan spiritual mereka.

   Dari Injil Matius, Natal adalah kelahiran juruselamat yang memberikan kebebasan secara spiritual. Kelahiran Kristus adalah kabar sukacita terbesar bagi orang-orang percaya yang menantikan juruselamat. Bagaimana dengan orang percaya saat ini? seperti orang majus dari timur mereka datang dari jauh-jauh untuk menyembah Kristus. Hal apakah yang telah kita persiapkan agar hati kita siap untuk menyembah Kristus. Natal bukan sekedar perayaan yang bersifat seremonial yang hanya rutin dilakukan setiap tahun. natal adalah tentang bagaimana hidup kita benar-benar siap untuk hidup bagi Allah. 

2. Injil Lukas
Lukas mencatat dalam konteks yang berbeda dimana masa penantian kelahiran Kristus sudah sangat dinantikan oleh mereka yang menantikan janji Tuhan dalam sukacita. Janji Tuhan sudah digenapi melalui pribadi Kristus. Bukankah ini merupakan sukacita yang besar bagi kita yang percaya kepadaNya. 

Dari pembahasan singkat di atas, Kristus sudah datang dalam natal pertama. Natal pertama adalah natal dimana kasih Allah dinyatakan kepada manusia berdosa. Allah datang menjumpai manusia dalam diri dan pribadi Kristus untuk membebaskan manusia dari dosanya dan memberikan hidup kekal kepada umat pilihanNya. Sebagai orang yang sudah ditebus, kita harus bersyukur dan merayakan natal bukan diisi dengan hal yang bersifat hanya perayaan saja. Akan tetapi biarlah perayaan natal dilakukan sebagai bentuk refleksi kita apakah selamat ini kita sudah melakukan yang terbaik bagi Kristus. 

Refrensi
Makadi, Rode Diah. "Korelasi Kelahiran Melalui Perawan Maria dan Ketidakberdosaan Yesus." Jurnal Antusias 2.3 (2013): 37-46.

Purba, Laura Rapika. "Aransemen Lagu Kidung Jemaat “Hai Dunia, Gembiralah” Pada Peringatan Kelahiran Yesus Kristus Dalam Format Paduan Suara dengan Iringan Orkes." (2016).

Sabtu, 30 November 2019

Ketika Semua hanya Mementingkan Diri dan Egoisme Merajalela: Sebuah Refleksi di Malam Minggu

Ketika semua hanya mementingkan diri dan egoisme merajalela: Sebuah reflkesi di malam minggu

     Manusia menikmati kedudukannya yang begitu agung dalam ciptaan yang lainnya karena manusia menyandang gambar Allah (R.C. Sproul, 2005). Sebagai gambar dan rupa Allah manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga, memelihara dan memberdayakan alam ciptaan Tuhan untuk kemuliaan Allah bukan untuk memuaskan diri.
    Memuaskan diri merupakan tindakan egois yang harus dihindari dalam kehidupan manusia yang adalah makhluk sosial. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena diciptakan oleh Allah yang berelasi dalam keTritunggalan. Sifat dari relasi ini adalah kekal. Relasi ini adalah relasi yang menyatakan kasih dalam kekekalan.
Pertanyaan yang mendasar adalah

1. Apakah saya sebagai manusia telah menjaga, memelihara dan memberdayakan alam ciptaan Tuhan dengan bertanggung jawab?

2.  Apakah selama ini tujuan utama kita masih cenderung untuk memuaskan diri sendiri?

3.  Allah kita adalah Allah yang berelasi dan relasi mereka bersifat kekal. Bagaimana dengan kita manusia yang diciptakan sebagai makhluk sosial, apakah masih tetap kita berelasi dengan orang lain untuk menyatakan kasih?

     Dengan beberapa pertanyaan di atas, semoga menolong kita untuk kembali melihat hidup kita selama ini. apakah hidup kita sudah benar-benar memuliakan Tuhan.

Refrensi
R.C. Sproul. (2005). Makna Diri. Surabya, Indonesia: Momentum.

Selasa, 26 November 2019

Guru Menurut Pandangan Iman Kristen

Guru Menurut Pandangan Iman Kristen
Oleh
Nelis Daka (00000018061)
S00000018061@student.uph.edu

     Guru dalam perspektif iman Kristen harus dipisahkan dari profesi. Guru  dalam pandangan iman Kristen lebih pada bentuk pelayanan. Alasannya karena guru merupakan tugas yang sulit. Berdasarkan Yabokus 3:1 ditekankan bahwa jangan banyak di antaramu yang mau menjadi guru. Hal ini bukan karena soal mau atau tidaknya tetapi soal panggilan. Jika kita diberikan panggilan untuk mengajar, mendidik dan menyatakan kebenaran dalam bentuk pengajaran tidak ada masalah dalam teks ini. Inilah alasan jangan sembarangan menjadi guru. Guru menyatakan kebenaran dan setiap kebenaran pasti berasal dari Allah. Jika bukan kebenaran , maka teks ini benar yaitu akan menjadi dosa karena lidah. 
      
Siapa Guru itu?
Yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa semua manusia sudah berdosa. Akan tetapi bagi mereka yang sudah ada di dalam Kristus (sudah percaya) harus menyadari siapa diri mereka. Mereka sudah ditebus. Oleh karena itu, harus kerjakan keselamatan bukan kerjakan/ melakukan pelayanan atau tugas untuk diselamatkan. Dengan demikian, siapakah guru itu sebenarnya?.
        Dr Geoff Beech dan Dr. Elizabeth Beech (2019) mengatakan bahwa guru adalah wakil Allah. Ini merupakan identitas yang sangat sulit. Sebagai wakil berarti melakukan setiap hal yang diperintahkan oleh yang diwakilkan. Jika kita tidak menyampaikan pesan atau hal-hal penting yang ingin disampaikan oleh yang kita wakilkan pada dasarnya kita bukan wakil. Menjadi wakil Allah dalam kelas dalam hal ini berarti seorang guru harus menyampaikan pesan dan maksdu Allah bagi anak didik.
         Jannnes Eduard Sirait (2016) berpendapat bahwa seorang guru itu harus yang sudah lahir baru. Hal ini berkaitan dengan status guru itu. Guru adalah orang berdosa yang sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus. Lahir baru akan menolong setiap guru untuk mengerti identitas mereka (sebagai wakil Allah)  dan tahu apa yang harus ia ajarkan (firman Tuhan). Status yang sudah lahir baru menjadikan setiap orang menjadi wakil Allah wakil di bumi. Sebagai orang yang sudah lahir baru tentunya pemikiran tentang guru bukan soal profesi tetapi guru adalah panggil untuk memberitakan firman Tuhan kepada semua bangsa di muka bumi ini. 

       Eliezer Rifai (2012) mengatakan bahwa sebagai orang yang sudah lahir baru dan merupakan wakil Allah pasti bergantung pada pribadi dan kuasa Roh Kudus. Roh Kudus yang memiliki tugas untuk melahirbarukan kita juga memiliki tugas penting untuk menjadikan pelayanan kita berhasil. Sebagai guru tentunya harus bergantung pada Roh Kudus agar setiap kebenaran yang disampaikan kepada siswa bisa tersampaikan dan bisa dipahami oleh siswa. Guru bisa menegerti kebenaran dan memiliki kemapuan untuk mengajarkan kebenaran itu karena Roh Kudus. Kasih adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh seorang guru Kristen. 


Tugas Guru dalam Pendidikan
Dalam Matius 28 merupakan salah satu dasar untuk pendidikan yaitu pergilah jadikan semua bangsa muridkan. Salah satu cara untuk menjadikan semua bangsa murid Tuhan adalah melalui ajarlah (didiklah). semua pengajaran paru guru adalah yang sudah diajarkan Kristus kepada umatNya. Pengajaran ini hanya kita dapatkan dalam Alkitab.
      Menurut Dorothy C. Bass (2019) mentakakan bahwa tugas guru adalah mengajar dan mendidik. konten ajarannya yaitu:
  • Mengajarkan ajaran Kristus, 
  • Kasih dan pengampunan serta
  • Pengharapan 

Dari penjelasan singkat diatas dapat dikatakan bahwa guru dalam pandangan iman Kristen adalah seorang yang berdosa namun sudah ditebussehingga ia menjadi wakil Allah untuk menyatakan dan mengajarkan kasih pengampunan dan pengaharapan di dalam Kristus. Menjadi guru yang berhasil tentunya hanya bergantung pada pribdai Allah ketiga yaitu Roh Kudus. 


Refrensi:
Dr Geoff Beech dan Dr. Elizabeth Beech (2019). An ‘Integrality’ Model for Teaching,” International             Christian Community of Teacher Educators Journal 14, no. 1 hal. 1–8

Dorothy C. Bass (2019). Practicing Our Faith: A Way of Life for a Searching People (Mineapolis:                Fortress Press

Eliezer Rifai (2012). Pendidikan Kristen Dalam Membangun Karakter Remaja Di Sekolah                             Menengah,” Jurnal Antusias 2, no. 2 hal. 179–93

Jannnes Eduard Sirait (2016). Pendidik Kristen Profesional, Inspiratif Dan Menarik,” Regula Fidei 1, no. 1 hal. 33–62.

Selasa, 29 Oktober 2019

Pengantar Kitab Yunus

   


Pengantar Kitab Yunus


Yunus adalah salah satu tokoh Alkitab yang sangat terkenal, terutama cerita tentang dirinya di perut ikan selama tiga hai tiga malam karena dia lari dari perintah Tuhan.  Kitab nubuatan Yunus ini berbeda dengan kitab nubuatan yang lain karena menceritakan tentang biografi dari Yunus sendiri dan tidak terlalu mencerminkan khotbah yang dikhotbahkannya. Yunus digambarkan sebagai orang yang nasionalis, pro-Israel namun anti daerah asing misalnya Asyur. Secara implisit Yunus adalah seorang nabi yang berdedikasi, disiplin, berkemauan kuat, keras kepala. Namun, ia juga seseorang yang men coba untuk melawan kehendak Allah.
Penulis dari kitab Yunus sendiri belum diketahui, namun narator dari kitab ini adalah narator tunggal yang hidup setelah tahun 612, yaitu setelah Niniwe jatuh ke Babel dan telah hancur. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata “menjadi” dalam bentuk yang lampau yang menggambarkan kota Niniwe dalam 3:3. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah mungkinkah penulis dari kitab Yunus ini adalah Yunus sendiri? Sebenarnya bisa saja penulis kitab Yunus adalah Yunus sendiri, tetapi hal itu bisa terjadi jikalau Yunus telah benar-benar bertobat dan dengan rendah hati mengkarakterisasi dirinya sendiri dan bahkan seperti mempermalukan dirinya sendiri. Kitab Yunus ini juga dapat dituliskan oleh pihak ketiga karena kitab Yunus ini dengan konsisten mengkritik sikap hidup Yunus dan membeberkan kemunafikan, ketidakkonsistenan dari Yunus sendiri dan tidak mungkin seorang narator mencela dirinya sendiri.
Kemungkinan kitab ini ditulis sekitar 750-250 SM. Sebagian besar dari ungkapan yang dianggap asli dalam kitab ini adalah bahasa Aram Imperial (dan arena itu ketika ditemukan di Perjanjian Lama, bukti tanggal kemungkinan dari tahun 587 SM). Kitab Yunus sangatlah berbeda dengan kitab-kitab nabi lainnya, sehingga alasan penempatannya di kanon nubuatan nabi ke-15 memunculkan banyak perdebatan. Beberapa ilmuan telah mengajukan agar kitab Yunus ditempatkan sebagai midrash pada satu nabi lainnya karena kitab ini memiliki keserupaan dengan kisah Elisa dan Elia.
Pesan yang ingin disampaikan dari kitab ini bukan hanya mengajarkan kita untuk tidak seperti Yunus, lebih dari itu kitab ini menekankan kepada pembaca pada karakter dan kekuatan Tuhan serta mengajak pembaca secara implisit untuk berpikir seperti apa Tuhan itu. Selain itu, kitab ini mengajarkan kepada pembaca tentang pengampunan, dan kunci pesan yang ingin disampaikan dalam kitab ini adalah pertanyaan ganda di 4:4 dan 4:9 “Apa gunanya Anda marah?” dan tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kita memiliki “Yunus” di dalam diri kita, sehingga sangat penting bagi kita merenungkan pertanyaan ini. 


Penulis:

Nelis Daka
Trinanda Adelvina Samben
Yohannes Yogi Ferdi



Tanda Gereja yang Sejati.

3 Tanda Gereja yang sejati Oleh Nelis Daka Menurut Calvin, seorang reformator mengatakan bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan. Menurut...